Minggu, 09 Juni 2013

MEDAN MAKNA SEMANTIK


1) Harimurti (1982) menyatakan bahwa medan makna adalah bagian dari sistem semantic bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Umpamanya nama-nama warna membentuk medan makna tertentu. Begitu juga dengan nama perabot rumah tangga, istilah olahraga, istilah perkerabatan, pertukangan dan sebagainya. Nama-nama istilah perkerabatan dalam bahasa Indonesia adalah cucu, cicit, piut, bapak/ayah, ibu, kakek, nenek, moyang, buyut, paman, bibi, saudara, kakak, adik, sepupu, kemenakan, istri, suami, ipar, mertua, menantu dan besan. Kata-kata yang terdapat dalam medan makna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang termasuk golongan kolokasi dan golongan set.
1.      Kolokasi (berasal dari bahasa latin colloco yag berarti ada di tempat yang sama dengan) menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi antara unsur-unsur leksikal itu. Misalnya: kata-kata lahar, lereng, puncak, curam dan lembah berada dalam lingkungan mengenai pegunungan.
2.      Set menuju pada hubungan sintagmatik karena kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalam suatu set dapat saling menggantikan. Misalnya :remaja merupakan tahap pertumbuhan antara kanak-kanak dengan dewasa.
Set paradigmatik: bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, manula.
Daftar pustaka : Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.  Jakarta:   Rineka CIpta.


2) Medan makna adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya nama-nama warna, perabot rumah tangga, atau nama-nama perkerabatan yang masing-masing merupakan medan makna. Medan warna dalam bahasa Indonesia mengenal warna merah, coklat, biru, kuning, abu-abu, putih dan hitam. Untuk menyatakan nuansa warna yang berbeda, bahasa Indonesia memberi keterangan perbandingan, seperti merah darah, merah jambu dan merah bata.
Berdasarkan sifat hubungan semantisnya dapat dibedakan atas kelompok medan makna kolokasi dan medan makna set. Contoh medan makna kolokasi: tiang layar perahu nelayan itu patah dihantam badai, lalu perahu itu digulung ombak dan tenggelam beserta segala isinya.
Contoh medan makna set: remaja: manula/lansia, dewasa, remaja, kanak-kanak , bayi.
Daftar pustaka: Chaer, Abdul. 2010. Linguistik Umum. Jakarta:Rineka Cipta

3) Dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata melihat, melirik, menatap, mengerling, mengintip, menjenguk, menonton dan menyontek. Jika diperhatikan, semua kata-kata ini menggunakan mata sebagai alat. Itu berarti semua kata ini mempunyai kemiripan makna. Meskipun demikian, kata melihat pasti tidak sama dengan melirik. Kata melirik tidak sama dengn kata menatap. Untuk membedakan kata-kata ini dapat didaftarkan fitur-fitur pembeda berikut ini:
1.      Menggunakan kedua belah mata
2.      Menggunakan hanya sebelah mata
3.      Merupakan aktivitas mata.
4.      Aktivitas dilaksanakan oleh mata
5.      Aktivitas dilaksanakan sendirian
6.      Aktivitas disertai emosi
7.      Aktivitas mata dipicingkan
8.      Aktivitas dilaksanakan di tempat terbuka
9.      Aktivitas dilaksanakan di dalam ruangan
10.  Mata lurus ke depan
11.  Mata ditempelkan pada lubang kecil
12.  Menggunakan mata sambil kepala dipalingkan.
13.  Menggunakan mata sambil melihat pekerjaan teman
14.  Menggunakan mata untuk menghibur
15.  Menggunakan mata untuk berbagai perasaan
Berdasarkan fitur-fitur pembeda yang telah didaftarkan, kata menonton memiliki fitur:
1.      Menggunakan kedua belah mata
2.      Merupakan aktivitas mata
3.      Aktivitas dapat dilaksanakan tersendiri atau lebih dari seseorang
4.      Aktivitas dilaksanakan ditempat terbuka
5.      Menggunakan mata untuk menghibur, sedangkan kata menyontek memiliki fitur : 1. Menggunakan kedua belah mata. 2. Merupakan aktivitas mata. 3. Aktivitas hanya dilaksanakan sendirian. 4 aktivitas berlangsung cepat. 5. Aktivitas dilaksanakan di dalam ruangan. 6. Menggunakan mata sambil melihat pekerjaan teman.

Persamaan kata di atas: kedua kata tersebut menggunakan mata sebagai alat atau merupakan aktivitas mata. Perbedaannya jika melihat bukan untuk melihat pekerjaan teman dalam waktu sekejab, sedangkan menyontek adalah kegiatan melihat pekerjaan teman untuk waktu sekejab. Kenyataan ini menunjukkan bahwa melihat dengan menyontek memperlihatkan adanya jaringan makna, atau dengan kata lain kedua kata ini berada dalam wilayah atau medan tertentu.
Pembagian medan makna: verba, nomina dan adjektiva
Contoh verba memotong: menguakkan, menggunting, mengiris, menebang, memutuskan, memangkas, menyabit, mengetam. Verba memukul: meninju, menyepak, mencubit, mengamuk, mencekik, menampar.
Contoh medan makna nomina basi: busuk, apak,. Perkakas dapur: periuk, kuali, gelas, mangkok, piring.
Contoh medan makna adjektiva keadaan: dingin, panas.
Daftar Pustaka: Pulubuhu dkk. 2002. Medan Makna dalam Bahasa Gorontalo. Jakarta: Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional

4) Benda, kegiatan, peristiwa, proses semuanya diberi label yang disebut lambang. Setiap lambang dibebani unsur yang disebut makna. Kadang-kadang meskipun lambang itu berbeda-beda, tapi lambang itu memperlihatkan hubungan–hubungan makna. Contoh: membawa, memikul, menggendong, menjinjing, dan menjujung. Pertalian maknanya yaitu seorang yang menggunakan tangan, kepala dan bahunya memindahkan sesuatu dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Dengan kata lain, ada aktivitas. Aktivitas itu dilaksanakan oleh manusia. Pada waktu melakukan kegiatan digunakan anggota badan berupa tangan, atau bahu. Kata membawa, jika dianalisis  makna yang terkandung dalam kata membawa  yakni:
1.      Ada aktivitas
2.      Aktivitas dilaksanakan oleh manusia.
3.      Orang yang melaksanakan kegiatan menggunakan bahu , tangan, atau kepala.
4.      Ada benda yang menjadi sasaran kegiatan
5.      Kegiatan itu dilaksanakan dari suatu tempat ke tempat lain.
Makna yang baru disebutkan ini adalah jangkauan makna yang dimiliki oleh kata membawa. Jangkauan inilah yang disebut medan makna suatu kata. Dengan demikian banyak kata yang bisa dimasukkan dalam jangkauan ini.
Setiap bahasa sebagai sistem memilki tingkat keterhubungan medan makna yaitu tercermin dalam lambang-lambang yang digunakan. Contoh kata rasa. Kata rasa menjadi kata yang umum, karena kata rasa berhubungan dengan manusia. Kata rasa dapat dihubungkan dengan rasa:
1.      Pada seluruh tubuh, misalnya: lemas, reesah, gelisah, gembira, letih , sakit.
2.      Anggota badan misalnya: berkunang-kunang, gatal, panas, pegal pusing.
3.      Pada bagian jaringan tubuh, misalnya: enak, dingin, halus, kasar, lebut.
4.      Perasaan hati misalnya: cinta, kecewaa, kagum, frustasi, malas, sayang, heran.
Kata-kata tersebut memiliki jaring-jaring medan makna yang sama. Kalau demikian keadaannya sesungguhnya semua kenyataan yang dapat diindra oleh manusia atau yang tidak melampaui batas-batas pengalaman manusia dapat dikelompokan ke dalam medan makna.
Dalam beberapa hal medan makna dapat diasosiasikan dengan kelas gramatikal yang sama. Dengan kata lain makna yang sama dapat dilambangkan dalam bentuk bentuk kelas gramatikal yang berbeda. Contoh kata cantik yang termasuk medan makna abstrak kualitatif , dapat muncul sebagai adjektiva. Hal itu terlihat pada urutan: kata gadis itu cantik. Dapat juga dianggap sebagai nomina, misalnya dalam urutan kata: kecantikannya belum tertandingkan. Dan dapat juga dianggap sebagai verba.  Misalnya: ia selalu mempercantik diri.
Karena medan makna merupakan kelompok kata yang maknanya saling terjalin, maka kata-kata umum dapat mempunyai anggota yang disebut hiponim. Hal ini terbukti dari adanya kata tumbuh-tumbuhan yang mempunyai hiponim: bunga, durian, jagung kelapa dll. Kata bunga mempunyai hiponim: bungenvil, kamboja, matahari, tulip. Dengan demikian medan makna dapat saja berupa keberadaan medan makna itu sendiri, baik medan makna yang berdiri secara terpisah dari medan makna yang lain maupun medan makna yang terikat dalam hubungan jaringan medan makna yang lebih luas.
Daftar Pustaka: Pateda, Mansoer. 2001. Semantik leksikal. jakarta: Rineka Cipta

5). Teori medan makna dari j. Trier
Salah satu patokan utama lingusitik abad dua puluh ialah asumsi bahwa bahasa terdiri dari sistem atau satu rangkaian subsistem yang berhubungan. Oleh karena itu, analisis bahasa dipecah-pecah atas subsistem fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Hubungan antar unsur dalam subsistem-subsistem itu menentukan nilai dan fungsi masing-masing unsur. J. Trier melukiskan kosakata sebuah bahasa tersusun rapi dalam medan-medan dan dalam medan itu setiap unsur yang berbeda didefinisikan dan diberi batas yang jelas sehingga tidak ada tumpang tindih antarsesama makna. Sebagai contoh:   pandai:   cerdik, terpelajar, terdidik, bijak, berpengalaman, cendekiawan.
Daftar Rujukan
Parera, J.D. 2004. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga

   
Istilah teori medan makna  atau theory of semantic field berkaitan dengan teori bahwa perbendaharaan kata dalam suatu bahasa memiliki medan struktur, baik secara leksikal maupun konseptual, yang dapat dianalisis secara sinkoronis, diakronis maupun secara paradigmatik. Apabila kita meninjau keberadaan kosakata dalam bahasa Indonesia, kita juga dapat mengetahui bahwa tebaran kosakata dalam bahasa Indonesia itu juga menggambarkan perangkat ciri, konsepsi dan asosiasi hubungan itu. Kata-kata seperti wafat, gugur, meninggal dan mati mampu mengasosiasikan adanya hubungan ciri yang sama. Sementara asosiasi hubungannya dengan kata lain dalam relasi sintagmatik memiliki ciri yang berbeda-beda karena seseorang tidak mungkin mengatakan kucingku wafat.

Kajian tentang medan makna lebih lanjut berhubungan erat dengan masalah kolokasi. Pengertian kolokasi itu sendiri ialah asosiasi hubungan makna kata yang satu dengan yang lain yang masing-masing memiliki hubungan ciri yang relatif tetap. Kata pandangan berhubungan dengan mata, bibir, dengan senyum, serta kata menyalak memiliki hubungan dengan anjing. Mengabstraksikan ciri  hubungan  makna kata yang satu dengan lainnya, pada dasarnya memang tidak sederhana. Kata anjing misalnya juga memiliki hubungan dengan kata binatang, bentuk umpatan, menggigit dan sebagainya. Begitu pula kata bibir , dalam perluasannya tidak mengacu kepada organ fisis manusia, tetapi juga mengacu pada tepi jurang, pembicaraan, rayuan, maupun mulut botol, sehingga asosiasi hubungan kesejajaran ciri maknanya dengan makna dalam kata yang lain menjadi rumit.
Sehubungan dengan kolokasi tersebut, Ullman menyebutkan terdapatnya kolokasi sinonim yang berfungsi untuk memperjelas dan menekankan makna (Ullman, 1977:153). Bentuk tersebut selain dijumpai dalam retorika  juga lazim digunakan oleh para sastrawan. Misalnya dalam kolokasi sinonim tedapat kata: pecah pencar, legah lapang, sama gandengan, ria bahagia, gembira riang, maupun mandi basahkan diri. (chairil anwar 1969:22). Selain itu kolokasi sinonim menurut Ullman juga mampu memberikan gambaran efek kontras, baik untuk menampilkan humor maupun gagasan serius.
Daftar Pustaka: Aminuddin. 1985. Semantic Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung:  Sinar   Baru